Kamis, 06 Oktober 2011

wacana

Wacana berasal dari bahasa Inggris  discourse, yang artinya antara lain ”Kemampuan untuk maju menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya.” Pengertian lain, yaitu ”Komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Jadi, wacana dapat diartikan adalah sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya atau logis. Dalam wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan kepaduan.[1]
Setiap wacana memiliki tema untuk diuraikan atau diceritakan dalam wacana. Tema berfungsi sebagai pengikat agar isi wacana teratur, terarah dan tidak menyimpang kesana-kemari. Sebelum menulis wacana, seseorang harus terlebih dahulu menentukan tema, setelah itu baru tujuan. Tujuan ini berkaitan dengan bentuk atau model isi wacana. Tema wacana akan diungkapkan dalam corak atau jenis tulisan seperti apa itu bergantung pada tujuan dan keinginan si penulis. Setelah menetapkan tujuan, penulis akan membuat kerangka karangan yang terdiri atas topik-topik yang merupakan penjabaran dari tema.
Topik-topik itu disusun secara sistematis. Hal itu dibuat sebagai pedoman agar karangan dapat terarah dengan memperlihatkan pembagian unsur-unsur karangan yang berkaitan dengan tema. Dengan itu, penulis dapat mengadakan berbagai perubahan susunan menuju ke pola yang sempurna.
Beberapa manfaat kerangka karangan:
1.                              Pedoman agar penulisan dapat teratur dan terarah.
2.                              Penggambaran pola susunan dan kaitan antara ide-ide pokok/topik.
1.                                                      Membantu  pengarang melihat adanya pokok bahasan yang menyimpang dari topik dan adanya ide pokok yang sama
2.                                                      Menjadi gambaran secara umum struktur ide karangan sehingga membantu pengumpulan bahan-bahan pustaka yang diperlukan
Menyambung postingan sebelumnya… tentang sebuah wacana.
Beberapa definisi dan pendapat dari pakar-pakar bahasa mengenai wacana Dalam pengertian linguistik, wacanaadalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Oleh karena itu wacana sebagai kesatuan makna dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu. Selain dibangun atas hubungan makna antarsatuan bahasa, wacana juga terikat dengan konteks. Konteks inilah yang dapat membedakan wacana yang digunakan sebagai pemakaian bahasa dalam komunikasi dengan bahasa yang bukan untuk tujuan komunikasi. Menurut Hawthorn (1992) wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sedangkan Roger Fowler (1977) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang termasuk di dalamnya. Foucault memandang wacanakadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan, kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai sebuah praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh J.S. Badudu (2000) yang memaparkan;
 
wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.  Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis.
 
Sementara itu Samsuri memberi penjelasan mengenaiwacana, menurutnya;
wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubunganpengertian yang satu dengan yang lain.  Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.
 
Lull (1998) memberikan penjelasan lebih sederhana mengenai wacana, yaitu cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Mills (1994) merujuk pada pendapat Foucault memberikan pendapatnya yaitu wacana dapat dilihat dari level konseptual teoretis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan. 
 
Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata.  Wacana menurut konteks penggunaannya merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu.  Sedangkan menurut metode penjelasannya,wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
 
Dari uraian di atas, jelaslah terlihat bahwa wacanamerupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.  
 
Jenis-Jenis Wacana
Leech mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa seperti dijelaskan berikut ini;
1.              Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi, seperti wacana pidato;
2.              Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, sepertiwacana perkenalan pada pesta;
3.              Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, sepertiwacana berita dalam media massa;
4.              Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, sepertiwacana puisi dan lagu;
5.              Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.
 
Berdasarkan saluran komunikasinya, wacana dapat dibedakan atas; wacana lisan dan wacana tulis. Wacanalisan memiliki ciri adanya penutur dan mitra tutur,bahasa yang dituturkan, dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Sedangkan wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistem ejaan.
Wacana dapat pula dibedakan berdasarkan cara pemaparannya, yaitu wacana naratif, wacana deskriptif,wacana ekspositoris, wacana argumentatif, wacanapersuasif, wacana hortatoris, dan wacana prosedural.
Nah… banyak juga ternyata… wacana.

Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana (Lubis, 1993:12)

Memang, penganalisisan bahasa atau teori-teori bahasa dan penganalisisan kalimat sudah berjalan lama dan tulisan-tulisan yang demikian pun tidak terhitung lagi jumlahnya, maka penganalisisan wacana baru saja dilakukan dan pelbagai tulisan tentang wacana ini pun masih sedikit jumlahnya. Hal ini diakui oleh beberapa pakar bahasa. Syamsuddin, misalnya, menyatakan, “pembahasan dan analisis wacanamerupakan suatu bidang yang relatif baru dan masih kurang mendapat perhatian para ahli bahasa (linguis) pada umumnya” (Syamsuddin, 1992:4). Pernyataan senada dikatakan Harris (dalam Syamsuddin, 1992:4) bahwa “discourse analysis is a fact disappointing”. Ungkapan seperti itu didukung oleh kenyataan bahwa pada mulanya pembahasan wacana itu dilakukan oleh para ahli sosiologi, antropologi, serta filsafat, bukan oleh ahli bahasa. Coulthard (1978), seperti dikutip Syamsuddin, mengemukakan: “...the serious study of spoken discourse is only just beginning and currently much of the work is being undertaken not by linguis but by sociologist, antropologist, and philosophers”. Oleh karena itu dapat dimaklumi jika hingga sekarang pembahasan dan rujukan tentang wacana dan analisisnya masih jarang, lebih-lebih dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang banyak dilakukan dalam penelitian mengenai organisasi pemberitaan selama dan sesudah tahun 1960-an, analisis wacana menekankan pada “how the ideological significance of news is part and parcel of the methods used to process news” (bagaimana signifikansi ideologis berita merupakan bagian dan menjadi paket metode yang digunakan untuk memproses media) (Tuchman, dalam Jensen dan Jankowski, ed., 1991:83)

Lantas, apakah yang disebut analisis wacana itu? Jika kita coba rumuskan, analisiswacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagianalisis wacana adalah telaah mengenai aneka funsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan suprakalimat maka kita sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain (Tarigan, 1993:24). Analisiswacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana(Littlejohn, 1996:84). Dalam upaya menganalisis unit bahasa yang lebih besar dari kalimat tersebut, analisis wacana tidak terlepas dari pemakaian kaidah berbagai cabang ilmu bahasa, seperti halnya semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi.

Dalam pandangan Littlejohn, meski menulis dan bahkan bentuk-bentuk nonverbal dapat dianggap wacana, kebanyakan analisis wacana berkonsentrasi pada percakapan yang muncul secara wajar. Menurutnya, terpadat beberapa untai analisis wacana, bersama-sama menggunakan seperangkat perhatian (Littlejohn, 1996:84-85). Pertama, seluruhnya mengenai cara-cara wacana disusun, prinsip yang digunakan oleh komunikator untuk menghasilkan dan memahami percakapan atau tipe-tipe pesan lainnya. Ahli analisis wacana melihat pada pembicaraan nyata dan bentuk-bentuk nonverbal seperti mendengar dan melihat, dan mereka melakukan studi makna dari bentuk-bentuk yang teramati didalam konteks. Beberapa teori melihat bagaimana pesan tunggal terstruktur untuk membuat pernyataan konheren. Teori yang lainnya melihat pola bercakap-cakap diantara orang-orang dalam suatu percakapan.

Kedua, wacana dipandang sebagai aksi; ia adalah cara melakukan segala hal. Biasanya dengan kata-kata. Ahli analisis wacana berasumsi bahwa pengguna bahasa mengetahui bukan hanya aturan-aturan tata bahasa kalimat, namun juga aturan-aturan untuk menggunakan unti-unit yang besar dalam menyelesaikan tujuan-tujuan pragmatik dalam situasi sosial. Bahasa digunakan dengan suatu strategi guna mencapai tujuan yang di inginkan seperti memuat suatu permohonan, mendapat giliran, bersikap sopan, atau memperoleh kerjasama. Ahli analisis wacana tertarik dalam hal bagaimana sesungguhnya cara pembicara menyusun pesan-pesan mereka untuk menyelesaikan hal-hal tersebut. Menurut Littlejohn, “Discourse analysis does not treat organization as an end in itself, but aims to uncover its functions,” analisis wacanatidak memperlakukan penyusunan sebagai suatu tujuan itu sendiri, namun bertujuan menemukan fungsi-fungsinya.

Ketiga, analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang digunakan oleh komunikator aktual dari perspektif mereka, ia tidak memperdulikan ciri/sifat psikologis tersembunyi atau fungsi otak, namun terhadap problema percakapan sehari-hari yang kita kelola dan kita pecahkan. Contohnya, kita menggunakan kalimat-kalimat untuk membuat pernyataan-pernyataan koheren sehingga orang lain dapat mengerti, dan kita menanggapi pesan-pesan dari orang lain dengan cara-cara yang kelihatan logis dan alami serta tidak mengacaukan arus percakapan. 

Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana itu dapat dikemukakan sebagai berikut (Syamsuddin, 1992:6)
(a). Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use – menurut Widdowson)
(b). Analisis wacana merupakan usaha memahami makna aturan dalam konteks, teks, dan situasi (Firth)
(c). Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui interpretasi semantik (Beller)
(d). Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is said from what is done – menurut Labov)
(e). Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional (functional use of language – menurut Coulthard)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar